Ancaman Cyberbullying Kian Meningkat -
Lebih dari sepuluh persen orangtua di penjuru dunia mengaku bahwa anak mereka sudah jadi target penindasan di dunia maya, yang populer disebut cyberbullying. Hampir seperempat dari mereka tahu bahwa anaknya sudah menjadi korban.
Situasi itu tergambar pada hasil survei tingkat global dari Ipsos/Reuters. Hasil survei diumumkan di New York Rabu malam waktu setempat, ungkap kantor berita Reuters.
Lebih dari tiga perempat responden di jajak pendapat itu menilai cyberbullying berbeda dari bentuk penindasan lain sehingga butuh perhatian khusus dari orangtua dan sekolah. "Data ini menunjukkan perhatian yang tinggi atas cyberbullying," kata Keren Gottfried, peneliti dari Ipsos.
Jajak pendapat lewat Internet melibatkan lebih dari 18.000 warga dewasa di 24 negara. Sebanyak 6.500 di antara mereka memiliki anak kecil atau berstatus orangtua.
Sebanyak 60 persen responden menilai bahwa cyberbullying terjadi di sejumlah laman media sosial terkemuka seperti Facebook. Perangkat telekomunikasi bergerak (mobile devices) dan percakapan di Internet (online chat rooms) masing-masing menempati peringkat kedua dan ketiga.
Menurut survei, tingkat kesadaran adanya cyberbullying di Indonesia paling tinggi. Sebanyak 91 persen dari para responden di negeri ini mengaku telah mengetahui praktik cyberbullying - di mana seorang atau sekelompok anak kecil maupun remaja secara sengaja mengintimidasi, mengancam, atau mempermalukan seorang atau sekelompok anak lain melalui teknologi infornasi, seperti media sosial atau mobile device.
Peringkat kedua ditempati Australia (87 persen), disusul oleh Polandia dan Swedia. Sementara tingkat kesadaran adanya cyberbullying di kalangan responden Rusia dan Arab Saudi tergolong rendah, masing-masing 35 persen dan 29 persen. AS sendiri hanya sebesar 82 persen.
Menurut Gottfried, survei ini merupakan studi tingkat global pertama untuk mengetahui kesadaran dan beragamnya praktik cyberbullying. Ini sudah menjadi masalah serius, karena di AS saja sudah ada beberapa kasus bunuh diri akibat yang bersangkutan menjadi korban praktik penindasan di dunia maya itu.
No comments:
Post a Comment